Lahirnya Pemikiran Ekonomi
Semenjak manusia ada, tidak dapat dipungkiri bahwa ia selalu membutuhkan
barang dan jasa untuk berbagai keperluan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jenis, ragam, kuantitas dan kualitas kebutuhan manusia
bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi serta tingkat perkembangan
peradaban manusia itu sendiri. Maka sejalan dengan kompleksitas tingkat
kebutuhan, manusia semakin tidak bisa memenuhi segala kebutuhannya
sendiri. Keadaan seperti inilah yang akhirnya memaksa manusia untuk
melakukan pertukaran dengan pihak lain yang dapat memberikan barang dan
jasa yang dibutuhkannya kegiatan pertukaran dan interaksi sosial inilah
yang kemudian membawa banyak implikasi seperti munculnya spesialisasi
dan pembagian kerja, isu-isu efisiensi dan keadilan dan lain-lain.
Al-Faraby, seorang ulama yang hidup pada 260-339 H/870-950 M berpendapat
bahwa perkembangan kegiatan manusia akan melalui 8 tahapan. Yaitu:
1. Madinatu ‘nnawabit (nomadic state) yaitu manusia memenuhi
kebutuhannya hanya dengan mengambil kekayaan alam begitu saja. Jika
disuatu tempat sumber daya alamnya sudah habis maka akan berpindah
ketempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Madinatu ‘ibahimiyah (primitive state) yaitu masyarakat yang
mulai menetap disuatu tempat. Seperti di pantai-pantai, pinggiran
negeri, dan didesa-desa serta kemudian bertani. Disinilah tahap
keteraturan sistematik dalam kehidupan dibangun.
3. Madinatu ‘dldlarurah (necessity state) dimana masyarakat mulai
membuat organisasi kemasyarakatan. Maka disinilah kehidupan berkelompok
dan bernegara dimulai.
4. Madinatu Ihisah (desires state) masyarakat tidak lagi sekedar
memenuhi kebutuhan pokoknya tetapi mulai meningkat kepada
keinginan-keinginan yang lain.
5. Madinatu ‘ltabadul (easy state) masyarakat mulai menghadapi
transisi menuju kesempurnaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan
produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa mulai kompleks
sehingga perekonomian memegang peranan penting.
6. Madinatu ‘nnadzalah (egoistic state) dimana faham individualism
mulai menguat sehingga persaingan menjadi sesuatu yang tidak dapat
dielakkan. Persaingan inilah yang akhirnya menyebabkan munculnya kelas
kaya dan miskin. Modal (uang) menjadi sesuatu yang berperan penting,
karenanya tahapan ini disebut sebagai tahapan kapitalisme.
7. Madinatu ‘Ijama’iyah (anarchistic state) setelah persaingan
individualistis meningkat maka masyarakat akan menghadapi dua hal (1)
anarkisme sebagai akibat persaingan yang dahsyat antar masyarakat. (2)
komunisme sebagai reaksi oposisi terhadap meingkatnya individualism.
8. Madinatu ‘lfadilah (model state) karena adanya tahapan madinnatu
‘ijama’iyah akan memaksa seluruh komponen masyarakat untuk melakukan
berbagai kompromi dan perbaikan keadaan. Hasi-hasil kompromi ini akan
menghasilkan suatu tatanan masyarakat yang egaliter, seluruh masyarakat
akan menikmati kebahagiaan secara lebih merata.
Akan tetapi yang menjadi permasalahan mendasar yang mengakibatkan
munculnya masalah ekonomi dalam pandangan ilmu ekonomi konvensional
adalah karena ketersediaan sumber daya ini bersifat terbatas, sementara
kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas. Dengan adanya pandangan ini
maka dapat disimpulkan bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya
scarcity (kelangkaan). Pandangan inilah yang menimbulkan beberapa
pertanyaan mendasar, misalnya benarkah ketersediaan sumber daya ini
bersifat tidak terbatas, benarkah kebutuhan manusia bersifat tidak
terbatas, dapatkah kebutuhan manusia dibatasi dan dikendalikan, dan
lain-lain. Maka apapun definisinya, tujuan ekonomi adalah mewujudkan
kesejahteraan kehidupan.
Makna Sejahtera dalam Pandangan Ilmu Ekonomi Konvensional
Dalam berbagai literatur ilmu ekonomi konvensional dengan mudah dapat
kita jumpai bahwa tujuan dari setiap manusia dalam memenuhi kebutuhannya
atas barang dan jasa adalah untuk mencapai kesejahteraan (well being),
dengan demikian manusia akan berjuang dengan segala cara untuk dapat
mencapai kesejahteraan tersebut. Konsep kesejahteraan itu sendiri dalam
ilmu konvensional ternyata sebuah terminology yang kontroversial karena
memiliki banyak pengertian, salah satunya diartikan dalam perspektif
materialisme dan hedonisme murni, sehingga seorang manusia bisa
dikatakan sejahtera manakala memiliki keberlimpahan material, pandangan
seperti inilah yang digunakan secara luas dalam ilmu konvensional,
pengertian ini jelas menafikan keterkaitan kebutuhan manusia dengan
unsur-unsur spiritual/norma, maka tidaklah mengherankan jika konfigurasi
barang dan jasa yang harus disediakan adalah yang memberikan porsi
keunggulan pada pemenuhan kepentingan pribadi, maksimasi kekayaan,
kenikmatan fisik dan kepuasan hawa nafsu tanpa memperhatikan nilai norma
dan agama, yang kemudian tidak lagi memperhatikan nasib individu lain.
Dalam usaha untuk mencapai kesejahteraan inilah yang akhirnya muncul
berbagai macam teori keilmuan dibidang ekonomi. Ilmu ekonomi itu sendiri
berawal menjadi suatu disiplin ilmu setelah Adam Smith menulis buku An
Inquiry into The Nature an Causes of The Wealth of Nations ketika beliau
ada di prancis pada tahun 1776. Adam smith ini adalah seorang ekonom
asal Inggris yang pertama kali memperkenalkan sistem ekonomi
liberal-kapitalis untuk menentang sistem ekonomi merkantilisme yang
sangat menekankan campur tangan pemerintah dalam memajukan perekonomian.
Adam Smith lebih menghendaki kegiatan ekonomi itu dibiarkan bergerak
sendiri (tanpa campur tangan pemerintah-pen) dengan hukum dan logikanya
sendiri. Adam juga mengemukakan bahwa pasar akan diatur oleh
tangan-tangan yang tidak terlihat (invisible hands).
Sistem ekonomi liberal-kapitalis ini ternyata membawa dampak negatif,
diantaranya adalah tingkat pendapatan yang tidak merata, meningkatnya
kemiskinan dan kian lebarnya kesenjangan sosial, ekses itu timbul Karena
pasar yang bekerja maksimal membuat persaingan menjadi tidak dapat
dihindarkan. Akibatnya hanya pengusaha besar sajalah yang menang dalam
persaingan.
Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan banyak kritik dari kalangan
ilmuwan lainya. Karl Mark misalnya, berpendapat sekalipun sistem
liberal-kapitalis secara relative berhasil memajukan tingkat pertumbuhan
ekonomi, tetapi sistem itu justru malah mengorbankan manusia,
menggiringnya kedalam rantai ketergantungan, perbudakan ekonomi dan
keterasingan produk, kerja, dan dari hidup itu sendiri. Kritik ini
tampaknya lebih cenderung karena sistem kapitalis yang mengabaikan
nilai-nilai moral kemanusiaan.
Sementara itu, Stalin kemudian merevisi ide Karl Mark, dengan membangun
suatu monopoli industrial yang dipimpim oleh suatu organisasi birokrasi
yang mempergunakan sentralisasi dan industrialisasi birokratis yang
kemudian dikenal dengan sebutan sosialisme. Yakni Negara mempunyai peran
penting dalam melakukan aktifitas ekonomi. Melalui sistem ini
diharapkan masalah-masalah seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, dan
distribusi pendapatan yang tidak merata dapat diatasi.
Namun, karena kompetisi didalam sistem sosialis adalah hal yang menjadi
terlarang, tentu saja hal itu berakibat menjadi berkurangnya dorongan
untuk berprestasi dan meningkatkan produktivitas kerja. Akibatnya sistem
sosialis tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dengan lebih baik.
Fenomena Negara-negara Eropa timur yang menerapkan sistem sosialis dalam
satu dasawarsa ini ternyata memperlihatkan kebangkrutan ekonomi dan
justru melirik sistem pasar bebas sebagai landasan pembangunan ekonomi.
Keadaan tersebut segera dapat diselamatkan oleh John Maynard Keynes.
Yang menurutnya, perekonomian sepenuhnya tidak harus diserahkan kepada
mekanisme pasar, tetapi dalam batas-batas tertentu campur tangan Negara
justru sangat diperlukan. Intervensi Negara menjadi suatu keniscayaan
terutama dalam hal mendorong perekonomian kembali pada keseimbangan.
Keynes sangat berbeda dengan Smith. Pandangan Keynes diatas merupakan
sebuah revolusi dalam pemikiran ekonomi liberal-kapitalis yang
berkembang sejak Adam Smith. Kesemua inilah menjadi latar belakang
lahirnya pemikiran-pemikiran ekonomi, perbaikan dibidang ekonomi, dan
pencapaian kesejahteraan seperti yang telah dikemukakan diawal bahwa
pada dasarnya setiap manusia mengharapkan kesejahteraan.
Akan tetapi yang menjadi permasalahan mendasar dalam hal pencapaian
kesejahteraan ini adalah orientasi akhir dari makna kata sejahtera itu
sendiri, yakni dalam ilmu konvensional makna kesejahteraan itu masih
memilki banyak pengertian bahkan menjadi kontroversi diantara para
ilmuwan. Karena target kesejahteraan yang dimaksud dalam ilmu
konvensional itu semata hanya untuk pencapaian yang bersifat duniawi.
Pandangan ilmu konvensional diatas tentu sangat bertentangan sekali
dengan konsep Islam (Syari’ah), karena tujuan ekonomi Islam adalah
sebagaimana tujuan dari syari’at Islam itu sendiri yakni mencapai
kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat, serta kehidupan yang baik dan
terhormat, sangat berbeda dengan pandangan ekonomi konvensional yang
sekuler dan materialistik.
Makna Sejahtera Menurut Pandangan Islam.
Tujuan dan pandangan ekonomi Islam adalah sebagaimana tujuan utama dari
syari’at Islam itu sendiri, yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat, serta kehidupan yang baik dan terhormat. Inilah definisi kata
sejahtera dalam pandangan Islam.
Sebenarnya tidak mudah mencari padanan kata Falah dalam bahasa Indonesia
atau dalam bahasa Inggris, falah berasal dari bahasa arab falh. Dalam
bentuk verbalnya falah, yuflihu berarti: berkembang pesat, menjadi
bahagia, memperoleh keberuntungan atau kesuksesan atau menjadi sukses.
Falah menyangkut konsep yang yang bersifat dunia dan akhirat. Untuk
kehidupan dunia falah mencakup tiga pengertian, yaitu: kelangsungan
hidup (survival/baqa) kebebasan dari kemiskinan (freedom from
want/Ghana) serta kekuatan dan kehormatan (power and honour/’izz).
Sementara itu untuk kehidupan akhirat, falah mencakup pengertian
kelangsungan hidup yang abadi (eternal survival/baqa’ bila fana)
kesejahteraan abadi (eternal prosperity/ghina bila faqr), kemudian
kemuliaan abadi (everlasting glory/’izz bila dhull) dan pengetahuan yang
bebas dari segala kebodohan (knowledge free of all ignorance/’ilm bila
jahl).
Menurut Al-qur’an, tujuan kehidupan manusia pada akhirnya adalah fallah
diakhirat, sedangkan fallah didunia hanya merupakan tujuan antara (yaitu
sarana untuk mencapai falah diakhirat). Dengan kata lain, falah didunia
merupakan intermediate goal (tujuan antara), sedangkan akhirat
merupakan ultimate goal (tujuan akhir). Akhirat dalam pandangan Islam
merupakan kehidupan diyakini nyata-nyata ada dan akan terjadi, dan
memiliki nilai kuantitas dan kualitas yang lebih berharga dibanding
dunia. Akan tetapi mesti begitu tidak berarti bahwa kehidupan dunia
tidak penting atau boleh diabaikan.
Pandangan ekonomi Islam tentang kesejahteraan tentu saja didasarkan atas
keseluruhan ajaran Islam tentang kehidupan ini. Konsep kesejahteraan
ini sangatlah berbeda dengan konsep dalam ilmu ekonomi konvensional,
sebab ia merupakan konsep yang holistik. Secara singkat kesejahteraan
yang diinginkan oleh Islam adalah:
- Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu mencakup dimensi material dan spiritual serta mencakup individu maupun sosial
- Kesejahteraan didunia dan di akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di alam dunia saja tetapi juga dialam akhirat (the hereafter). Jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan di akherat tentu akan lebih diutamakan. Sebab ia merupakan suatu kehidupan yang dalam segala hal lebih bernilai.
Dalam konteks kehidupan dunia, falah merupakan konsep yang multi dimensi
yang memilki implikasi pada aspek perilaku individual (micro level)
maupun perilaku kolektif (macro level). Falah itu sendiri dapat dicapai
dengan suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat (hayyatan toyyibah).
Dalam keyakinan seorang muslim, tata kehidupan seperti ini hanya bisa
dicapai dengan implementasi secara kaaffah (totalitas, menyeluruh)
terhadap syari’at Islam.
Lahirnya Pemikiran Ekonomi
Reviewed by Kang yuyu
on
July 29, 2012
Rating:
No comments:
Terima Kasih Telah memberikan komentar dengan baik!!
Dimohon untuk menampilkan sumber artikel jika anda hendak mengkopi artikel dari blog ini. terima kasih